Surat Pastoral

MDC Surabaya: UTUSLAH AKU

Memelajari kisah pemanggilan Allah terhadap Yesaya memberikan gambaran menyeluruh kepada kita akan bagaimana Allah berurusan dengan manusia. Gereja Kristen mula-mula melihat bahwa pemanggilan terhadap Yesaya ini adalah suatu panggilan beribadah.

Dalam bahasa Indonesia, kita mendapati beberapa kata yang digunakan secara sama dan sejajar yang mengacu kepada tugas perutusan, yakni kata kebaktian, ibadah dan liturgi. Kata kebaktian berasal dari kata bhakti dalam bahasa Sansekerta yang berarti “perbuatan yang menyatakan setia dan hormat, memperhambakan diri, perbuatan baik”. Kata ibadah sendiri berasal dari bahasa Arab ebdu atau abdu (:abdi), yang sejajar degan abodah (:ebed=hamba) dalam bahasa Ibrani. Sedangkan kata liturgi dalam bahasa Yunani leitourgia, berasal dari kata: laos yg berarti “umat, masyarakat, bangsa, persekutuan” dan ergon yakni “kerja (dan/ atau) pelayanan” . Sedangkan Gereja Katolik Roma menggunakan istilah misa, berasal dari kata dismissi (:Latin), mengacu pada tugas perutusan. Jadi dapat kita simpulkan bahwa pangilan beribadah erat kaitannya dengan pengutusan.

Paling tidak ada tiga hal penting yang dapat kita pelajari dari narasi panggilan Allah atas nabi Yesaya dan berlaku bagi kita orang percaya. Menyadari dan mengakui akan kenajisan diri kita dihadapan kekudusan Allah Nabi Yesaya menyadari bahwa kenajisannya tidaklah mempu melihat Allah (ayat 5). Kekudusan Allah begitu menggetarkannya, bahkan oleh kekudusan itulah dia menyadari keberdosaannya. Hal ini jugalah yang seharusnya terjadi dalam hidup kita saat kita datang beribadah kepada Allah. Sudahkah kita menyadari dan mengakui bahwa kita adalah manusia yang rentan dengan dosa? Mari datang

kepada Tuhan dengan suatu kegentaran, bukan karena ketakutan, tetapi karena kekudusan Allah yang membuat kita menyadari akan diri kita.

Berita pengampunan dari Allah

Allah adalah Allah yang kudus, namun Ia juga adalah Allah yang penuh kasih (ayat 7). Ketidak-berdayaan manusia bergumul dengan dosa, tidak menjadikan rencana Allah atas hidup manusia menjadi rusak. Dalam kitab Perjanjian Baru kita dapat menemukan bahwa karya Kristus sebagai dasar bagi kita memiliki iman yang menyelamatkan dan ini jugalah yang menjadi dasar ibadah kita kepada Allah. Sadarkah kita bahwa Allah telah mengampuni dosa kita dan melayakkan kita untuk menghampiri kekudusanNya? Jika ada dosa yang masih kita lakukan dan mungkin saja kita sembunyikan, sehingga kita tidak mengalami kemenangan dalam kehidupan kita, mari kita saling mendoakan dan memohon pengampunan dari Allah (1 Yohanes 1: 9).

Pengutusan

Respon kita akan berita anugerah dan pengampunan dari Allah tidak membuat kita berdiam diri. Saat Alah memberikan frman-Nya “siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk aku?” nabi Yesaya menjawab “ini aku, utuslah aku!” (ayat 8). Seseorang tidak lah mungkin mau melakukan suatu tanggung jawab yang besar, sebelum ia menyadari bahwa ia adalah bagian dari tugas dan tanggung jawab yang besar tersebut. Sadarkah kita bahwa kita dipanggil dan dibenarkan untuk suatu maksud dan tujuan Allah yang besar bagi kemuliaan-Nya? Jika ya, siapkah kita diutus untuk mewartakan berita sukacita di keluarga, komunitas, tempat kerja, bahkan kepada orang yang mungkin belum pernah sama sekali mendengar berita Injil Tuhan Yesus Kristus? Grace be with you.

Penulis: Elsypurnama Adisuputra

Share This Post:
 
Sinode Gereja Kristen
Perjanjian Baru
  • Address:
    MDC Hall, Wisma 76 Lt. 26
    Jl. S. Parman Kav. 76 Slipi
    Jakarta Barat 11410
  • Phone: (+6221) 53690033
  • Fax: (+6221) 53690055
 
 
© 2016. «GKPB MDC