Surat Pastoral

MDC Surabaya: Yang terutama

Ada sebuah kerinduan alamiah yang dimiliki oleh setiap orang, yaitu untuk melakukan dan menjadi yang terbaik. Khususnya bagi orang yang serius dalam beragama, ia akan mengejar kesempurnaan dalam hidup keagamaannya. Orang seperti ini akan mulai mengukur segala sesuatu berdasar keberhasilannya mengikuti aturan-aturan agama yang menurutnya paling utama. Hal inilah yang mendorong seorang ahli Taurat menguji

Ayat Bacaan: Matius 22:34-38, Ulangan 10:12

Tuhan Yesus dengan sebuah pertanyaan: “... hukum manakah yang terutama dalam hukum Taurat?" Pada masa itu ahli-ahli Taurat sangat suka berdebat mengenai hukum mana yang paling utama, agar mereka bisa mengejar kesempurnaan dalam hal itu. Beberapa golongan mengatakan bahwa hukum yang terutama adalah melakukan sabat, yang lain memberikan persepuluhan, dll. Sang ahli Taurat ini sedang berusaha mencari tahu hukum mana yang menurut Yesus paling penting, mungkin untuk mengetahui termasuk golongan manakah Dia. Jawaban Yesus menunjukkan kesalahan mutlak dalam cara berpikir orang Farisi dan ahli Taurat. Hukum yang terutama bukanlah aturan agamawi untuk menjadi manusia yang lebih baik dari orang lain, tapi sebuah perintah untuk mengasihi.

Sebagai insan yang telah jatuh dalam dosa, betapa mudahnya kita menggunakan ketaatan agamawi untuk meninggikan diri dan membandingkan diri dengan orang lain. Pada mulanya mungkin kita melakukan semuanya untuk menyenangkan Tuhan, tapi dengan berjalannya waktu tanpa disadari kita mulai melakukannya untuk membangun kebanggaan agamawi. Itu sebabnya betapa pentingnya kita mengingat kembali apa yang sebenarnya diinginkan Tuhan dari setiap kita:

1. Mengasihi Tuhan sebagai yang utama Sebagai orang percaya kita selalu ingin menyenangkan Tuhan dengan melakukan hal-hal untuk Dia: pelayanan, penyembahan, ibadah dan lain sebagainya. Semua itu adalah hal yang sangat baik. Namun hal yang menyedihkan adalah kita bisa melakukan semua hal baik tersebut tanpa mengasihi Dia. Salah satu tandanya adalah pada saat kita mulai lelah dan jemu dengan semua aktifitas rohani kita. Kita mulai membandingkan diri dengan orang lain, dan mulai jengkel terhadap orang-orang yang tidak berkomitmen sama seperti kita. Beberapa dari kita bertahan dalam kesetiaan melayani selama bertahuntahun, tapi lebih sebagai sebuah kebiasaan atau kewajiban, dimana tidak ada lagi semangat dan sukacita yang menyertainya. Dimanapun posisi kita saat ini, biarlah perintah utama ini kembali mendapat tempat utama dalam hati kita.

2. Mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi dan kekuatan Saat Firman Allah memerintahkan kita untuk mengasihi Tuhan dengan segenap hati, jiwa, akal budi, dan kekuatan, kita bisa melihat bahwa diperlukan usaha yang total dan sungguhsungguh untuk dapat mengasihi Tuhan. Itu artinya tanpa usaha keras, dengan segera kita akan menyimpang dari kasih dan mulai melayani Dia untuk mencari hormat bagi diri sendiri.

Saat kasih itu luntur, maka kedagingan akan mengambil alih. Apapun yang terjadi, jangan biarkan kasih itu menjadi dingin dalam hati kita. Kerahkan segenap usaha agar kasih kepada Allah terus menyala. Kiranya Tuhan memberkati kita dengan kasih yang berkobar bagi Dia.

Share This Post:
 
Sinode Gereja Kristen
Perjanjian Baru
  • Address:
    MDC Hall, Wisma 76 Lt. 26
    Jl. S. Parman Kav. 76 Slipi
    Jakarta Barat 11410
  • Phone: (+6221) 53690033
  • Fax: (+6221) 53690055
 
 
© 2016. «GKPB MDC