Namun, tidak bisa marah juga tidak baik, khususnya apabila berhadapan dengan kejahatan dan penyimpangan, karena berarti kita adalah orang yang kompromistis dengan ketidakbenaran.
Kita harus berani melawan ketidakbenaran,bahkan berani marah untuk suatu kesalahan dan penyimpangan. Membiarkan penyimpangan dan kejahatan sama dengan kita ikut menyuburkan tindakan jahat tersebut. Marah adalah ekspresi emosional yang wajar, yang ada pada setiap orang. Bahkan dalam kadar tertentu dan dalam keadaan yang tepat dengan cara yang benar,marah seharusnya dilakukan.
Bagaimana marah yang benar? Pertama, marahlah apabila hal itu untuk menghentikan kejahatan, pelanggaran, dan kenajisan. Tuhan Yesus pernah marah melihat kemunafikan orangorang Farisi. Kedua, marah harus dapat dikendalikan sedemikian rupa seperti dikatakan, “Berkatakata dalam hatimu di tempat tidurmu dan tetaplah diam.” Banyak orang yang marah dan tak terkendali perkataannya; penuh makian dan kutukan. Ketiga, kita marah pada tindakan yang salah dan menyimpang, tetapi tetap mengasihi orang yang melakukannya. Marah tanpa ada kebencian dengan tujuan mengubah yang salah menjadi benar, bukan untuk mendatangkan hukuman, apalagi mengumbar emosi yang tak terkendali.
Silakan marah bukan karena ingin marah dan tidak dapat ditahan lagi, melainkan karena kita harus marah demi kebaikan. Bukan karena emosi yang tidak terkendali atau untuk menjatuhkan penghukuman.
Penulis : Pdt. Petrus Nawawi, MA
Penatua dan Koordinator Umum GKPB Fajar Pengharapan
Ketua Umum Majelis Pusat GKPB