Sayangnya, dia dan anaknya mendapat perlakuan kekerasan fisik dari suaminya. Demi anak, Annahita terpaksa mempertahankan pernikahan tersebut sampai akhirnya melarikan diri bersama anak-anaknya saat konflik Iran-Irak pada tahun 1984.
Perjalanan itu pun penuh rintangan. Dia sempat ditahan selama sebulan di Turki karena dianggap masuk secara ilegal tanpa data-data lengkap. Tapi kemudian dia bebas dan melanjutkan perjalanan menuju Denmark. Di negara inilah Annahita mulai mengenal Yesus.
“Di bulan pertama atau kedua di sana seorang wanita datang mengetok pintu untuk membagikan tentang Tuhan. Tapi saya sama sekali tidak tertarik. Saya sangat marah, tidak senang, tapi dia tetap kembali keesokan harinya dengan membawa sebuah Alkitab kecil. Jadi kali itu saya meminta Yesus untuk membantu saya,” terang Annahita, seperti dikutip dari Christianpost.com.
Diam-diam, dia pun mulai membaca Alkitab dan mulai mencintai Yesus. Hal itu sama sekali tak diketahui sang suami. Tapi perlakuan suaminya yang kasar membuatnya hampir bunuh diri dengan meneguk obat tidur.
Untungnya, dia berhasil diselamatkan setelah tersadar di kamar rumah sakit. Di sanalah dia mendapat visi dari Tuhan untuk melakukan sesuatu yang besar dalam hidupnya.
“Saya terlalu takut untuk pulang dan polisi datang ke rumah sakit untuk berbicara dengan saya. Banyak orang membantu saya menemukan tempat tinggal yang aman, dan saya tahu itu adalah Yesus,” katanya.
Lalu polisi terus melakukan pencarian kepada suaminya yang sudah berencana untuk membawa kembali anak-anak mereka ke Iran. Rencana itu digagalkan dan Annahita kembali bisa berkumpul dengan anak-anaknya dan segera pindah ke Swedia.
Dua tahun setelah pindah ke Swedia, dia bersedia dibaptis. Pada tahun 2006, dia selamat dari kecelakaan mobil, yang dipercayainya dilakukan oleh Tuhan. Sejak saat itu, dia semakin yakin bahwa panggilannya adalah untuk membawa banyak orang datang kepada Tuhan.
Pada tahun 2012, dia menjadi pendeta di Gereja Swedia. Dia pun sangat aktif menjangkau orang-orang yang belum mengenal Tuhan. Selama lima tahun pelayanannya, dia sudah memenangkan sebanyak 1500 orang untuk Tuhan.
Meski begitu, dia mengaku pelayanan yang dilakukannya begitu berisiko dan harus dilakukan dengan baik. “Saya mendapat ancaman serius setidaknya beberapa kali setiap tahun. Ancaman serangan senjata tajam atau bom. Saya punya teman polisi yang selalu bisa saya hubungi untuk menyelesaikan kasus saya. Ancaman dari anggota keluarga saya yang jauh. Tapi bagi saya, yang saya lakukan itu layak,” terangnya.
Orang-orang Kristen yang kembali ke Iran sementara itu terus-menerus menderita penganiayaan yang parah karena iman mereka. Meskipun seorang uskup mengklaim kalau orang Kristen Iran ‘menikmati kebebasan’ beragama mereka.
Sumber : Christianpost.com/Jawaban.com