Surat Pastoral

Menjadi yang terbesar

Kerinduan alamiah untuk ‘menjadi yang terbesar’ "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta.

Suatu kali Tuhan Yesus bertemu dengan seorang pemuda kaya yang bertanya tentang apa yang harus ia lakukan agar memperoleh hidup kekal. Yesus akhirnya meminta pemuda itu menjual semua miliknya dan mengikut Dia.Pemuda itu gagal. Melihat hal ini Petrus mencoba bertanya tentang upah yang akan dia & teman-temannya peroleh setelah mereka meninggalkan segala sesuatu untuk mengikut Dia. Yesus kemudian menjanjikan sebuah hal yang besar, yaitu janji pemerintah bersama dengan Dia (Mat 19:28). Janji memerintah ini rupanya yang mengusik pikiran Yakobus dan Yohanes, sehingga akhirnya mereka menggunakan ibu mereka untuk meminta “bagian yang terbaik” dari posisi pemerintahan tsb, yaitu duduk di sebelah kiri dan kanan Yesus.“Kamu tidak tahu apa yang kamu minta”, begitu jawab-Nya,disambung dengan hal-hal tentang baptisan dan cawan yang harus Dia tanggung demi kemuliaanNya.

Yakobus dan Yohanes yang sudah terlanjur meminta posisi yang paling tinggi ini tentu saja tidak mungkin menarik permintaannya. “Kami dapat”, begitu kata mereka. Yesus kemudian menjelaskan bahwa Ia tidak berhak memberikan posisi tersebut. Lalu Ia memberikan sebuah prinsip kebenaran tentang cara mencapai kebesaran yang sejati. Dari kisah ini kita bisa menarik beberapa pelajaran:

1. Kerinduan alamiah untuk ‘menjadi yang terbesar’ "Kamu tidak tahu, apa yang kamu minta.” (Matius 20:22)
Tuhan Yesus tidak menyatakan bahwa permintaan Yohanes dan Yakobus adalah sebuah kesalahan. Ingin menjadi yang terbesar bukanlah dosa,keinginan itu tertanam di dalam diri setiap kita.Hasrat untuk menjadi ‘yang terbesar’ ini berasal dari sebuah kerinduan rohani untuk mengalami kembali kondisi awal penciptaan manusia yang mulia tanpa dosa. Pada mulanya manusia diciptakan begitu mulia dan terhormat, tapi mereka kemudian jatuh ke dalam dosa dan kehilangan kemuliaan itu (Rom 3:23). Sejak itu jauh di dalam diri manusia ada kerinduan untuk ‘kembali’ pada kemuliaan yang hilang. Kerinduan ini muncul dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah keinginan untuk menjadi yang ‘ter’: terbesar, terkenal, terkaya, dst.

Namun semua usaha manusia untuk menggapai kemuliaan yang hilang itu hanya akan membawa pada kesia-siaan dan kesendirian, menjadi sumber setiap konflik kepemimpinan dan perpecahan gereja. Jalan kebesaran sejati bukanlah dengan mendakiketinggian, tapi mengambil jalan yang paling rendah.

2. Jalan satu-satunya untuk menjadi yang terbesar "Kamu tahu, bahwa pemerintah-pemerintah bangsa-bangsa memerintah rakyatnya dengan tangan besi… Tidaklah demikian di antara kamu.” (Matius 20:25,26)

Memiliki posisi untuk memerintah memang menunjukkan kekuasaan seseorang atas orang lain, tapi itu tidak menunjukkan kebesaran yang sejati. Kebesaran sejati diukur dari seberapa besar dan mendalam pengaruh positif yang diberikan oleh seseorang kepada orang lain. Pengaruh positif yang mendalam akan mengubah kehidupan secara positif, dan cara terbaik untuk memberikan pengaruh positif adalah dengan melayani. Tidak banyak orang yang mau diperintah, tapi setiap orang mau dilayani – dengan cara ini kita dapat menanamkan pengaruh positif dengan maksimal pada orang lain. Melayani adalah sebuah jalan terbuka menuju kebesaran sejati, hanya saja banyak orang yang tidak mau mengambilnya. Yesus sendiri mengambil jalan ini sampai pada titik terendah, sehingga “… Allah sangat meninggikan Diadan mengaruniakan kepada-Nya nama di atas segala nama” (Fil 2:9).

Yesus Kristus sang Pencipta datang ke dunia bukan untuk dilayani, tapi untuk melayani dan memberikan nyawa-Nya bagi banyak orang. Mari kita mengambil jalan yang sama, agar kemuliaan Allah dinyatakan di dalam dan melalui hidup kita. Tuhan memberkati.

Pdt. Cornelius Wattimena

Share This Post:
 
Sinode Gereja Kristen
Perjanjian Baru
  • Address:
    MDC Hall, Wisma 76 Lt. 26
    Jl. S. Parman Kav. 76 Slipi
    Jakarta Barat 11410
  • Phone: (+6221) 53690033
  • Fax: (+6221) 53690055
 
 
© 2016. «GKPB MDC