Biswajit Sarkar, pengacara dari lembaga pelayanan yang didirikan Bunda Teresa mengatakan dengan didapatnya merek dagang untuk sari tersebut akan membuat semua orang lebih berhati-hati menggunakan desain sari yang tidak sah untuk tujuan komersial. Dia bahkan tidak segan-segan untuk melakukan tindakan hukum terhadap pelaku, tak terkecuali jika mereka mengatasnamakan badan amal atau lembaga pelayanan tertentu.
“Ada banyak organisasi yang membuka sekolah dengan menyematkan nama mereka sendiri mengikuti nama Bunda Teresa, dan mengenakan seragam, yang sebenarnya tak ada hubungannya dengan missionaris yang dikenal berbelas kasih itu,” ucap Sarkar.
Sarkar juga mengklaim kalau sbanyak organisasi dan buku agama yang diterbitkan dengan menghilangkan garis biru yang ada dalam sari Bunda Teresa yang memberi kesan kalau Kalkuta mendukung mereka.
Beberapa biarawati juga sudah mempertanyakan merek dagang tersebut. Namun Sarkar mengatakan bahwa penting untuk mengawasi secara ketat penggunaan pola yang tidak sah.
“Para biarawati bertanya ke saya, ‘Kalau orang-orang tidak menggunakannya untuk keuntungan komersial, mungkinkah kita menghentikannya? Baik itu untuk keuntungan komersial atau tidak bukanlah inti masalahnya. Kami memikirkan soal identitas kami. Kalau pola biru, yang unik di dunia ini, dihilangkan atau digunakan oleh masyarakat, maka suatu saat nanti organisasi ini akan kehilangan identitasnya,” terang Sarkar.
Menurutnya, perlu diketahui kalau sari Bunda Teresa ini adalah pakaian berbau agama pertama yang mendapatkan merek dagang di seluruh dunia. Bahkan proses mendapatkannya pun cukup lama. Dia mengaku sudah membuat permohonan merek berlabel ‘Bunda Teresa’ itu sejak tahun 2013 silam. Tapi baru diberikan dan dipublikasikan pada tahun 2016 yang lalu. Karena itulah dia sangat menghimbau supaya sari ini digunakan secara legal.
Sebagaimana diketahui, Bunda Teresa diyakini membeli sari berwarna putih dengan garis-garis biru itu pertama kali dari pasar Kalkuta. Dan sejak saat itulah dirinya kerap mengenakan sari tersebut sepanjang pelayanan misinya di Kalkuta sampai dia meninggal pada tahun 1997.
Sumber : Premier.org.uk