Sekretaris kantor Konferensi Waligereja India, Jaison Vadassery, mengatakan sejauh ini gereja Katolik di India telah melakukan advokasi hal tersebut karena gereja memiliki keprihatinan peningkatan buruh anak di negara tersebut.
Majelis Tinggi India pada 19 Juli lalu mengesahkan Rancangan Perubahan Undang-Undang Pekerja Anak. Dalam undang-undang tersebut berisi larangan dan peraturan tentang pekerja anak.
Larangan tegas yakni melarang mempekerjakan anak di bawah 14 tahun di segala bidang, dan hanya dalam bisnis keluarga.
RUU ini diharapkan disetujui melalui Majelis Rendah dan ditandatangani menjadi undang-undang oleh presiden.
Sebelum ada undang-undang tersebut, anak yang berusia antara 15 sampai dengan 18 tahun dilarang bekerja di tempat yang memiliki risiko kematian tinggi seperti di pertambangan.
Saat ini hukum di India melarang mempekerjakan anak antara 15 dan 18 tahun dalam pekerjaan yang berbahaya dan memiliki risiko tinggi kematian seperti pertambangan, farmasi atau zat yang mudah terbakar.
Selain itu undang-undang ini melarang anak di bawah umur bekerja di rumah tangga atau restoran.
Bila ditemukan pelanggaran, maka gereja Katolik mengimbau denda harus dilaksanakan. Bila ditemukan pelanggaran terhadap undang-undang tersebut maka akan dikenakan denda hingga lebih kurang 50.000 rupee atau setara Rp 9,87 juta.