Sebelumnya, GMKI melaporkan ormas Pembela Ahlus Sunnah ke Bareskim, dengan Berkas Laporan bernomor LP/1255/XII/2016, atas tuduhan pembubaran secara paksa ibadah, dan menilai perbuatan tersebut adalah perbuatan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 175,176 KUHP.
“Kita akan sama-sama mengawal kasus ini, karena kita menginginkan keadilan agar tidak terulang kasus-kasus intoleransi yang sudah mencederai konstitusi kita yang termaktub dalam Pasal 29 UUD,” kata Koordinator Wilayah GMKI untuk wilayah DKI Jakarta, Jawa Barat, dan Banten, Theo Cosner, di Jakarta, hari Selasa (3/1).
“Kita mengapresiasi setiap upaya yang dilakukan pimpinan daerah untuk membuat kedamaian di daerahnya, seperti langkah Wali Kota Bandung Ridwan Kamil yang memberikan KKR sekali lagi dan langsung menghadiri perayaan Natal tersebut bersama Pangdam di Sabuga, dan adanya nota kesepahaman kerukunan umat beragama. Ini merupakan bentuk komitmennya untuk selalu menjunjung tinggi nilai kebinekaan,” dia menambahkan.
Theo berpendapat apa yang sudah dillakukan Wali Kota Bandung dan Kapolda Jawa Barat adalah tindakan yang tepat dan bisa memberikan contoh pada daerah-daerah lain dan bisa mengikuti cara-cara yang dilakukan.
Selain itu, kata Theo, tahun 2016 adalah tahun Indonesia diguncang dengan pesoalan-persoalan Intoleransi, yang sangat mengganggu stabilitas negara dalam melakukan pembangunan, dan sangat merugikan bangsa ini. Di antaranya, kasus pembubaran KKR yang terjadi di Bandung, yang menyedot perhatian masyarakat.
GMKI melalui Kordinator Wilayah 3 (DKI, Jabar, dan Banten) menilai bahwa gerakan-gerakan intoleransi tidak boleh dibiarkan semakin besar. Negara harus hadir dalam upaya-upaya provokatif yang bisa menyulut amarah, dan pemerintah harus memprosesnya secara hukum bagi siapa pun yang berusaha melakukan aksi-aksi intoleransi.
“Apabila tindakan-tindakan seperti ini dibiarkan, kejadian serupa akan sering terjadi dan permasalahan ini menjadi pintu masuk bagi kelompok-kelompok yang ingin memecah belah bangsa,” kata dia.
Editor : Sotyati