Bali-NTB-NTT

Instagram, Snapchat Media Sosial Terburuk untuk Kawula Muda

Di antara berbagai media sosial yang ada saat ini, Instagram dan Snapchat dinilai sebagai media sosial terburuk untuk kesehatan mental kawula muda, sementara YouTube adalah yang paling positif sebagaimana diungkapkan oleh sebuah studi baru.

Instagram dan Snapchat dinilai sebagai media sosial terburuk untuk kesehatan mental kawula muda, dan YouTube adalah yang paling positif, demikian sebagaimana diungkapkan oleh sebuah studi baru.

Peringkat tersebut, disajikan dalam sebuah laporan dari the British Royal Society for Public Health (RSPH), yang memberikan peringkat pada situs-situs yang memberi dampak pada kawula muda.

“Media sosial disebut, lebih membuat orang kecanduan dibandingkan rokok dan alkohol, dan saat ini begitu mengakar di kehidupan kawula muda, sehingga sudah tidak dapat lagi diabaikan ketika berbicara mengenai persoalan kesehatan mental kawula muda,” kata Shirley Cramer, direktur utama dari RSPH, pada Senin (29/5) seperti dilansir situs voaindonesia.com.

“Menarik untuk mengamati ranking Instagram dan Snapchat, sebagai yang terburuk untuk kesehatan mental dan kesejahteraan, kedua media sosial itu sangat terpusat pada gambar dan tampaknya mendorong perasaan ketidakmampuan dan kecemasan di antara kawula muda.”

Untuk studi ini, para peneliti mensurvei sekitar 1.500 kawula muda usia 14 hingga 24 tahun dari Inggris, menanyakan kepada mereka untuk menilai dampak situs-situs media sosial pada 14 permasalahan “kesehatan dan kesejahteraan.” Permasalahan tersebut termasuk kecemasan, depresi, kualitas tidur, citra tubuh, kesepian, dan persahabatan dan hubungan di dunia nyata.

Menurut RSPH, YouTube adalah yang paling positif, diikuti oleh Twitter, Facebook, Snapchat, dan Instagram.

“Media sosial secara dramatis telah mengubah cara kita bersosialisasi, berkomunikasi, dan membangun hubungan antara satu dengan yang lain,” kata Laci Green, seorang profesional di bidang kesehatan sekaligus YouTuber dengan pengikut sebesar 1,5 juta orang. “Dampaknya tidak bisa diremehkan.”

Ia menambahkan, oleh karena Instagram dan Facebook “menyajikan versi kumpulan dari orang-orang yang kita ketahui dan dunia di sekeliling kita, mudah bagi perspektif realitas kita untuk terdistorsi.”

Untuk menanggulangi pengaruh negatif media sosial, para peneliti merekomendasikan untuk menambahkan jendela pop-up yang memperingati para pengguna apabila mereka menggunakan situs itu terlalu lama, yang didukung oleh 71 persen dari responden survei.

Rekomendasi lainnya adalah, bagi perusahaan-perusahaan media sosial untuk menilai postingan pengguna apabila mereka sedang berada dalam tekanan, dan secara pribadi mengarahkan mereka untuk mendapatkan pertolongan.

Rekomendasi ini didukung oleh 80 persen responden. Akhirnya, hampir 70 persen mengatakan situs-situs media sosial harus memperhatikan apabila sebuah foto telah dimanipulasi.

“Sejalan dengan makin banyaknya bukti adanya potensi bahaya dari penggunaan media sosial yang berlebihan dan saat kami memperbaharui status kesehatan mental di tengah masyarakat, penting agar kita memiliki sarana untuk memeriksa dan menjaga keseimbangan agara media sosial tidak lagi menjadi hutan rimba terkait dengan kesehatan dan kesejahteraan kesehatan mental kawula muda,” kata Cramer.

“Kami ingin meningkatkan dan mendorong banyak aspek positif dari sarana untuk memperluas hubungan dan mencegah situasi yang mengarah pada kegilaan pada media sosial, yang berpotensi untuk membuat kehidupan kawula muda menjadi suram.”

Editor : satuharapan.com

Share This Post:
 
Sinode Gereja Kristen
Perjanjian Baru
  • Address:
    MDC Hall, Wisma 76 Lt. 26
    Jl. S. Parman Kav. 76 Slipi
    Jakarta Barat 11410
  • Phone: (+6221) 53690033
  • Fax: (+6221) 53690055
 
 
© 2016. «GKPB MDC