Ucap syukur itu ditandai dengan ibadah dan perayaan yang dilaksanakan bersama dengan United Liberation Movement for West Papua (ULMWP), kelompok yang oleh pemerintah dicap sebagai separatis, pada hari Selasa (17/10), di halaman Dewan Adat Papua (DAP) La Pago.
Menurut siaran pers penyelenggara yang diterima satuharapan.com, sekitar 1.500 orang hadir dalam perayaan.Perayaan syukur diawali dengan doa yang dipimpin oleh Pendeta Izak Asso, S.Th, dilanjutkan dengan pidato dan sambutan. Pidato oleh Ketua Umum Dewan Adat Papua La Pago, Dominikus Sorabut dan sambutan ULMWP yang diwakili tiga komponen, masing-masing dari NFRPB oleh Engelbert Surabut, WPNCL oleh Sole Heselo dan PNWP/KNPB oleh Yonatan Mulait.
"Hari ini, kita berkumpul di sini untuk menaikkan syukur kepada Tuhan dan ucapkan terima kasih kepada 4 (empat) negara anggota PBB dan 4 (empat) LSM atau organisasi Internasional yang telah membawa persoalan status sengketa politik dan pelanggaran Hak Asasi Manusia di Papua dalam Forum Debat Majelis Umum PBB ke 72 dan Sidang Rutin Dewan HAM PBB ke 36," kata Dominikus di awal pidatonya.
"Atas nama Masyarakat Adat Papua, saya mengucapkan terima kasih kepada, Pemerintah dan Rakyat Vanuatu, Pemerintah dan Rakyat Kepulauan Solomon, Pemerintah dan Rakyat Tavalu, dan Pemerintah dan Rakyat Saint Vincent dan Grenadies serta Vivat Internasional, Fransiskan Internasional, ICP dan Netzwerk Papua, MSG, PIF, ACP dan komunitas internasional. Terlebih ucapan terima kasih kepada rakyat Papua yang tak henti-henti memberikan kontribusi material dan doa untuk pembebasan," kata dia lagi.
Di bagian lain pidatonya, Dominikus menegaskan tekad untuk meyakinkan berbagai pihak, bahwa masalah Papua bukan separatisme melainkan kewajiban yang belum sempat terpenuhi sejak Perang Dingin.
Selain itu dia tegaskan bahwa Bangsa Papua bertekad menjadi teman bagi segala bangsa demi perdamaian abadi dengan selalu berperang melawan penjajahan dalam bentuk dan cara apapun.
Pesan lain yang tampaknya bernada kritik, ialah anjuran agar para pemimpin, aktivis dan rakyat Papua secara sadar mengerti baik etika dan mekanisme hukum internasional dan protokol tetap internasional. Dengan demikian pelaksanaan tugas dapat bergerak cepat namun dalam suasana kondusif.
"Para pemimpin, aktivis dan rakyat Papua jangan saling sikut diantara kita.Terlebih dewan komite dan eksekutif ULMWP. Semua hal yang berhubungan dengan perjuangan tempatkan pada tempatnya. Perjuangan kita tidak di jalan-jalan, segala sesuatu harus bicara dalam rumah," kata dia.
Editor : Eben E. Siadari