Kalau di Asia itu rata-rata mereka berbicara ketuhanan dari sudut kehidupan sehari-hari, fakta, kenyataan hidup dalam kehidupan sehari-hari.
“Asia banyak punya persoalan, persoalan kemiskinan, persoalan penderitaan, hak azasi, ketidakadilan itu dihadapi oleh Asia. Jadi mengakibatkan penderitaan itu. Nah jadi mereka berpikir Allah di mana dalam penderitaan kami ini?” kata Pendeta Togar kepada satuharapan.com di sela-sela Rapat Majelis Pusat (RMP) ke-80 GKPA di Hotel Marcopolo, Jakarta, hari Jumat (31/10).
Sementara di Eropa karena lebih maju dan sudah mapan, dan secara teknologi juga luar biasa itu mengakibatkan mereka berpikir Allah itu harus masuk ke pikiran mereka.
“Kalau bicara teknologi, bicara Allah dalam teknologi, sampai ke situ. Jadi masalah yang mereka (Eropa) hadapi dengan masalah Asia beda,” katanya.
Togar mengatakan, padahal masalah ketuhanan ini apalagi iman seperti yang Yesus pernah katakan waktu Thomas ingin melihat tanda pada Yesus, ‘kulihat baru kupercaya kan?’
“Pada saat itu Yesus katakan adalah lebih berbahagia yang tidak melihat namun percaya. Itu orang Yahudi juga minta tanda, bukti kan? Yesus katakan Iman bukan seperti itu lebih besar dari itu,” katanya.
Togar mencontohkan dalam kitab Ibrani juga mengatakan, ‘iman adalah dasar dari segala sesuatu - yang kita harapkan itu kan apa kan belum nyata itu - dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat.’
“Jadi hal iman itu di luar pikiran, di luar mata, di luar panca indra, di luar itu. Jadi harus sampai ke situ masalah keagamaan itu. Nah ini tantangan kita, kita di mana nanti. Kita di Indonesia umat Kristen di Indonesia juga diperhadapkan dengan itu,” katanya.
Editor : Eben E. Siadari