"Sebagian besar mereka yang tidak melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan dasar menengah tersebut, berada di daerah-daerah pelosok," kata Kasubdit Kelembagaan dan Sarana Prasarana Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama, Susetyo Widiasmoro, di Magelang, Selasa (24/5).
Ia mengatakan hal tersebut seusai rapat koordinasi penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun di Magelang.
Ia mengatakan, tingginya angka putus sekolah tersebut karena tiga faktor utama, yakni sosial ekonomi, geografi, dan budaya menikah muda di kalangan penduduk.
Menurut dia, kendala lainnya yakni sulitnya akses wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, juga disebabkan disparitas fasilitas pendidikan antara kota dan kabupaten, sehingga akses belajar di daerah kabupaten tersedot di daerah perkotaan.
Ia menuturkan, 65 dari 514 kabupaten/kota yang angka putus sekolahnya tinggi tersebut, angka pastisipasi kasar (APK) atau tingkat partisipasi penduduk secara umum di tingkat pendidikan SMP/MTS, berada di bawah 95.
"Sebagian besar berada di wilayah Indonesia timur, seperti NTT, Papua, dan Papua Barat. Sedangkan untuk wilayah Jawa Tengah, yang menduduki urutan terbawah APK, yakni Kabupaten Magelang," katanya.
Ia mengatakan, untuk mengatasi angka putus sekolah yang cukup tinggi, pada tahun ini pihaknya akan membangun 11.000 ruang kelas baru (RKB), dan 331 unit sekolah baru (USB).
Pembangunan RKB dan USB, bertujuan untuk mendukung dan penuntasan wajib belajar pendidikan dasar sembilan tahun tersebut akan dilaksanakan di daerah-daerah yang padat penduduknya, tetapi belum ada sarana pendidikannya.
"Pembangunan fasilitas pendidikan tersebut, masing-masing daerah harus menyiapkan lahan tanah seluas 6.000 meter persegi, sedangkan bangunan fisiknya akan dibangun oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan," katanya.
Sebanyak 331 sekolah yang akan dibangun di 65 kabupaten/kota yang angka putus sekolahnya tinggi tersebut, terdiri atas 196 unit sekolah baru, 25 sekolah berasrama, dan 110 sekolah satu atap. (Ant)