Kalimantan

Puluhan Ribu Warga Palestina Ingin Jadi Warga Negara Israel

Banyak warga Palestina yang tinggal di Yerusalem timur mengajukan kewarganegaraan Israel dengan harapan mendapat banyak kemudahan jika mereka memiliki paspor Israel.

Tapi, setelah sekian lama Israel menggembar-gemborkan penawaran kewarganegaraan kepada mereka, Israel malah terlihat ogah untuk memberi status tersebut, kata orang-orang Palestina yang tengah berupaya mengajukan kewarganegaraan Israel.

Pengacara mengatakan klien mereka sekarang menunggu selama berbulan-bulan untuk membuat janji dengan Kementerian Dalam Negeri dan rata-rata tiga tahun untuk mengambil sebuah keputusan.

Para pejabat Israel membantah mereka berusaha untuk mencegah pengajuan tersebut melalui taktik mengulur-ulur waktu. Mereka mengatakan penundaan terjadi akibat kenaikan jumlah permintaan.

Pemberian kewarganegaraan menjadi perdebatan yang mencerminkan status kegelisahan nasib dari lebih 330.000 warga Palestina yang tinggal di Yerusalem, 50 tahun setelah Israel merebut dan mencaplok wilayah sektor timur.

Sebagian besar memiliki dokumen kependudukan yang memungkinkan mereka untuk bekerja dan memperbaiki nasib mereka. Untuk perjalanan ke luar negeri, mereka menggunakan dokumen sementara yang dikeluarkan oleh Israel atau Yordania.

Pengajuan paspor Israel tersebut masih membawa stigma penerimaan tersendiri dari petugas kontrol Israel. Sekitar 15.000 orang Palestina telah mengajukan status kewarganegaraan sejak tahun 2003 dan menurut laporan, kurang dari 6000 orang yang lolos seleksi.

Kesepakatan perdamaian Israel-Palestina dimaksudkan untuk mengakhiri ketidakpastian di kemudian hari. Para pemimpin Palestina berharap Yerusalem timur akan menjadi ibu kota negara Palestina yang juga akan mencakup Tepi Barat dan Jalur Gaza, wilayah yang direbut Israel pada tahun 1967.

Tapi prospek kenegaraan masih jauh, sementara kekuasaan Israel di Yerusalem timur menjadi semakin kuat. Lebih dari 200,000 warga Yahudi Israel sekarang tinggal di timur permukiman Yerusalem dibangun untuk memperkuat kontrol Israel. Israel menganggap daerah tersebut menjadi bagian dari ibu kota.

Banyak warga keturunan Arab Yerusalem timur juga merasa diabaikan oleh pemerintah otonomi Palestina yang menjalankan pemerintahannya di bagian Tepi Barat tetapi dilarang beroperasi di Yerusalem oleh Israel.

Warga Palestina yang mengajukan paspor Israel mengatakan mereka harus bersikap pragmatis.

“Saya tidak ingin kehilangan hak saya untuk tinggal di Yerusalem,” kata Ruba Mueller, yang merupakan keturunan dari tokoh terpandang Nashashibi. Dia memutuskan untuk menjadi seorang warga negara Israel.

Dia menikah dengan seorang warga keturunan Jerman. Perempuan asli Yerusalem berusia 37 tahun mengaku takut tanpa latar belakang kewarganegaraan, masa tinggalnya di Jerman yang diperpanjang akan membuatnya kehilangan kewarganegaraan.

“Saya lahir di sini, saya adalah orang Palestina,” kata Mueller. “Saya tidak ingin visa itu menyatakan bahwa saya adalah seorang turis di negara kelahiran saya sendiri.”

Sementara itu, warga Arab lainnya mengatakan untuk mendapatkan status kewarganegaraan banyak direpotkan oleh birokrasi yang berbelit. Seorang penyurvei tanah berusia 34 tahun, yang meminta tidak disebut identitasnya karena menghindari dicap sebagai warga yang tidak patriotik oleh sesama warga Palestina, mengatakan ia hanya ingin hidup normal.

Pencaplokan yang dilakukan Israel di Yerusalem Timur – yang ditentang oleh sebagian besar negara-negara di dunia – tidak dibarengi dengan kewarganegaraan secara otomatis untuk puluhan ribu warga Palestina yang tinggal di sana. (AP).

Sumber : satuharapan.com

Share This Post:
 
Sinode Gereja Kristen
Perjanjian Baru
  • Address:
    MDC Hall, Wisma 76 Lt. 26
    Jl. S. Parman Kav. 76 Slipi
    Jakarta Barat 11410
  • Phone: (+6221) 53690033
  • Fax: (+6221) 53690055
 
 
© 2016. «GKPB MDC