Surat Pastoral

MDC Surabaya : NYANYIAN BANGSA-BANGSA

Hati Tuhan itu penuh dengan Kasih. Ia Allah yang selalu ingin memiliki persekutuan dengan manusia ciptaan-Nya. Ini memang karena manusia diciptakan untuk memuliakanNya (Yesaya 43:7; Mazmur 102:19).

Kerinduan hati Allah tampak dalam penglihatan Yohanes, bahwa akan ada himpunan orang yang tidak terhitung banyaknya, dari semua bangsa dan wilayah dan bahasa, sedang berdiri di hadapan takhta dan di hadapan Anak Domba. Semuanya berpakaian putih dan memegang daun palem di tangan masing-masing. Mereka berseru-seru dengan suara nyaring, "Keselamatan berasal dari Allah kita, yang duduk di atas takhta, dan dari Anak Domba." Dan semua malaikat berkumpul di sekitar takhta dan di sekitar para Penatua serta keempat Makhluk Hidup. Lalu mereka tersungkur di hadapan takhta dan menyembah Allah. Dapat dibayangkan akan ada gegap gempita, sorak sorai nyanyian puji-pujian kepada Allah yang luar biasa indahnya.

DALAM MEWUJUDKAN KERINDUAN ALLAH ITU, DIPERLUKAN:

Pertama, diperlukan kesadaran dan perlunya mendekatkan diri kepada Allah, sehingga dalam ibadah setiap kita dapat merasakan Kasih Allah akan jiwa-jiwa. Ibadah sejati akan memberikan pengenalan akan Allah yang Maha Pengasih dan Kasih Allah itu dapat mendorong setiap orang percaya melakukan Amanat Agung Tuhan Yesus Kristus. Namun ketika hasrat akan Tuhan menjadi lemah, dan gereja tidak lagi fokus untuk mengagungkan kemegahan dan keindahan Tuhan, maka tidak heran bila gereja jarang mengobarkan hasrat yang kuat untuk “menceritakan kemuliaanNya di antara Bangsa-bangsa” (Mazmur 96:3).

Kedua, diperlukan pemahaman yang benar mengenai ibadah (worship). Dalam beribadah memang kita perlu menyanyi dan memuliakan Tuhan, namun ibadah bukan hanya sekedar menyanyi saja. Ibadah adalah kehidupan yang penuh pengabdian dan penyembahan kepada Tuhan Yesus, bukan seperti ibadah pada umumnya dengan liturgi tertentu. Ibadah di sini akan menjadi seumpama bahan bakar yang akan menyalakan atau yang menggerakkan misi. Dalam hal ini, John Piper dalam bukunya Let The Nations Be Glad, mengatakan: “Missions is not the ultimate goal of the church. Worship is. Mission exists because worship doesn’t. Worship is ultimate, not missions, because God is ultimate, not man”.

Jadi yang utama bukanlah misi (bukan bermaksud meniadakan misi), melainkan ibadah. Dan kalau zaman ini telah berlalu, dimana orang-orang tebusan Allah yang tak terhitung banyaknya itu akan bertekuk lutut di hadapan takhta Allah, waktu itu misi tak akan ada lagi. Misi adalah kebutuhan sementara, tetapi ibadah akan ada selama-lamanya. Jadi sesungguhnya ibadah adalah yang utama, merupakan penggerak yang mendorong kita mengemban misi dan sekaligus sasaran dari misi, karena tujuan misi ialah membawa bangsabangsa mengalami sukacita dalam kemuliaan Allah. Tujuan misi ialah agar umat Allah bernyanyi bersukacita karena kebesaran Tuhan.

Tuhan adalah Raja! Biarlah bumi bersorak-sorak, biarlah banyak pulau bersukacita! (Mazmur 97:1) Kiranya bangsa-bangsa bersyukur kepada-Mu, ya Allah; kiranya bangsa-bangsa semuanya bersyukur kepada-Mu. Kiranya suku-suku bangsa bersukacita dan bersorak-sorai, sebab Engkau memerintah bangsa-bangsa dengan adil, dan menuntun suku-suku bangsa di atas bumi. Sela (Mazmur 67:4-5)

IBADAH ADALAH PENGGERAK MISI. DALAM MENJALANKAN MISI BERARTI MELAKUKAN IBADAH YANG MERUPAKAN SASARAN ALLAH, AGAR BANGSABANGSA BERSUKACITA MENYANYIKAN PUJI-PUJIAN BAGI KEBESARAN DAN KEMULIAAN ALLAH.

Penulis: Daniel T. Sumitro

Share This Post:
 
Sinode Gereja Kristen
Perjanjian Baru
  • Address:
    MDC Hall, Wisma 76 Lt. 26
    Jl. S. Parman Kav. 76 Slipi
    Jakarta Barat 11410
  • Phone: (+6221) 53690033
  • Fax: (+6221) 53690055
 
 
© 2016. «GKPB MDC