Surat Pastoral

MDC Surabaya : Kita ada karena Allah, untuk Allah, dan bagi kemuliaan Allah

“... ia sangat dihina, sehingga orang menutup mukanya terhadap dia dan bagi kitapun dia tidak masuk hitungan. Tetapi sesungguhnya, penyakit kitalah yang ditanggungnya, dan kesengsaraan kita yang dipikulnya, padahal kita mengira dia kena tulah, dipukul dan ditindas Allah. Tetapi dia tertikam oleh karena pemberontakan kita, dia diremukkan oleh karena kejahatan kita; ganjaran yang mendatangkan keselamatan bagi kita ditimpakan kepadanya, dan oleh bilur-bilurnya kita menjadi sembuh.

Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri, tetapi TUHAN telah menimpakan kepadanya kejahatan kita sekalian. Dia dianiaya, tetapi dia membiarkan diri ditindas dan tidak membuka mulutnya seperti anak domba yang dibawa ke pembantaian; seperti induk domba yang kelu di depan orang-orang yang menggunting bulunya, ia tidak membuka mulutnya.” (Yesaya 53:2-7)

“...Tetapi kamu bukan demikian. Kamu telah belajar mengenal Kristus. Karena kamu telah mendengar tentang Dia dan menerima pengajaran di dalam Dia menurut kebenaran yang nyata dalam Yesus, yaitu bahwa kamu, berhubung dengan kehidupan kamu yang dahulu, harus menanggalkan manusia lama, yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan, supaya kamu dibaharui di dalam roh dan pikiranmu, dan mengenakan manusia baru, yang telah diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya.” Efesus 4:17-24

Menarik jika kita memperhatikan kebiasaan banyak orang Kristen saat mempersiapkan diri mereka untuk mengikuti sakramen Perjamuan Kudus. Di beberapa gereja, sakramen Perjamuan Kudus dilihat oleh komunitas jemaatnya sebagai sesuatu yang sangat sakral, yang membuat beberapa jemaat merasa perlu untuk mengubah tingkah lakunya hanya aga bisa merasa layak untuk ambil bagian di dalamnya. Saya pernah mendengar seorang yang bersaksi, betapa dirinya begitu terharu sampai menangis saat masuk ke dalam gereja untuk mengikuti Perjamuan Kudus, padahal setelah melewati Perjamuan Kudus, kembali kepada kebiasaan dalam melakukan hal yang tidak benar. Berubah hanya untuk merasa layak mengikuti Perjamuan Kudus (juga dalam melayani atau beribadah) adalah sebuah sikap yang kurang patut sebagai orang Kristen, sebab karya penebusan yang dikerjakan Allah dalam Kristus bagi kita, sangat mahal harganya. Karya yang mahal yang menjadikan hidup kita ini, bukan milik kita sendiri lagi, tetapi milik Allah.

Identitas baru kita di dalam Kristus, haruslah dibangun di atas dasar kesadaran bahwa kita adalah orang yang telah ditebus Allah melalui pengorbanan Yesus Kristus. Mengerti dan menyadari tentang betapa mahalnya harga yang telah Allah bayarkan untuk menebus kita, seharusnya cukup untuk membuat kita bersungguh hati untuk hidup di dalam kebenaran dan mau bersungguh hati berjuang untuk mengubah sikap dan kebiasaan-kebiasaan lama kita.

Betapa menyedihkan jika kita mengingat apa yang terjadi pada sebagian besar orang Israel yang keluar dari Mesir, mereka ikut mengalami kesusahan di sepanjang perjalanan di padang gurun, tetapi pada akhirnya mereka tidak mendapat bagian untuk masuk dan menikmati tanah perjanjian, hanya karena mereka enggan untuk menanggalkan kehidupan Mesir (=lama) mereka selama perjalanan mereka menuju Kanaan. Kehidupan lama mereka telah menjadi belenggu yang menghalangi mereka untuk bertumbuh dalam iman dan kasih mereka kepada Allah. Aturan-aturan yang Allah berikan kepada mereka mengenai korban tidak cukup untuk menyadarkan mereka akan besarnya harga yang harus mereka bayar untuk setiap kesalahan dan pelanggaran mereka. Kegagalan mereka untuk memperbaiki diri, salah satunya disebabkan oleh karena mereka menganggap remeh harga korban yang mereka harus bayarkan untuk setiap dosa dan pelanggaran mereka.

Pengorbanan Kristus untuk menebus kita, tidak akan pernah dapat kita balas. Seberapa banyakpun uang kita berikan, bahkan jika kita mengorbankan hidup kita, tidak akan dapat membayar anugerah yang telah Allah berikan kepada kita. Tidak sedikit orang Kristen yang mulai merasa sudah memberi terlalu banyak untuk Tuhan, ada juga yang menganggap sudah cukup berkorban di dalam pelayanan kepada Tuhan. Kita tidak boleh memiliki pemikiran yang seperti itu. Saat Kristus, yang adalah Allah berkehendak untuk mengosongkan dirinya, menjadi sama dengan kita, ciptaan-Nya, bahkan rela menjadi hamba yang menderita untuk kita dan bahkan memberikan nyawa-Nya bagi kita, maka apa yang telah dikerjakan-Nya itu, tidak bisa dibandingkan dengan apa yang sudah kita buat bagi orang lain, atau dengan apa yang orang lain buat bagi kita, karena Dia adalah Allah yang menciptakan kita.

Allah menebus gereja-Nya (kita) agar kita dapat kembali kepada “fitrah” kita di dalam Allah, yaitu bahwa kita diciptakan hanya untuk Allah dan hanya untuk kemuliaan-Nya. Kita ditebus dengan harga yang sangat mahal, yaitu nyawa Putra-Nya, agar kita sadar akan berharganya hidup kita, sangat berharga sehingga tidaklah patut bagi kita menghabiskan hidup kita hanya untuk melakukan segala hal yang sia-sia. Allah menebus kita agar kehidupan kita dapat dipakai-Nya menjadi “etalase” yang dapat menceritakan besarnya kasih Allah bagi dunia.

Allah menebus kita agar Dia dapat menguduskan dan menyucikan kita bagi kemuliaan-Nya. Karya penebusan Allah di dalam Kristus, mengingatkan kita akan dua hal ini, yang pertama bahwa kita bukan milik kita sendiri lagi, tetapi milik Allah, hanya untuk memuliakan- Nya, dan yang kedua adalah bahwa di dalam penebusan ada tanggung jawab yang mengikuti, yang memberi semangat bagi kita untuk terus berjuang, mendisiplinkan diri kita dalam kebenaran firman Tuhan dan melakukannya di dalam hidup kita sehari-hari. Anugerah Allah sangat berharga untuk disia-siakan.

Penulis:Yose Ferlianto

Share This Post:
 
Sinode Gereja Kristen
Perjanjian Baru
  • Address:
    MDC Hall, Wisma 76 Lt. 26
    Jl. S. Parman Kav. 76 Slipi
    Jakarta Barat 11410
  • Phone: (+6221) 53690033
  • Fax: (+6221) 53690055
 
 
© 2016. «GKPB MDC