Surat Pastoral

MDC Surabaya : HARUSKAH MENDERITA?

Dalam sebuah percakapan baru-baru ini, seseorang berkata kepada saya tentang betapa beratnya menanggung sebuah beban yang diakibatkan kesalahan orang lain yang sebenarnya tidak harus ia pikul. Ia punya beberapa pilihan lain yang sebenarnya bisa diambil dengan bebas untuk menghindarkannya dari menanggung beban tersebut.

Akal sehatnya jelas mengatakan bahwa ia tidak harus melakukan hal itu, dan saya juga memastikan bahwa ia sama sekali tidak bersalah kalau memutuskan untuk membuang beban tersebut dan meninggalkan orang yang menyakiti dia. Tapi ternyata tetap ada dorongan dalam hatinya untuk mau mengambil pilihan yang sulit tersebut, menanggung beban yang tidak harus ditanggung, karena ia tahu bahwa pilihan tersebut adalah pilihan yang terbaik. Sebuah dorongan yang saya percaya bersumber dari teladan Kristus yang berbicara dalam hatinya.

Saat Kristus mengorbankan segalanya bagi kita di atas kayu salib, Ia tidak melakukannya sebagai sebuah tindakan kasih belaka, tapi Ia sebenarnya juga meninggalkan teladan untuk diikuti. Sebagai pengikut Kristus kita tidak hanya diminta untuk meneladani perbuatan baik, karakter, dan pelayanan Kristus, tapi kita juga dipanggil untuk mengikuti jejak-Nya di jalan penderitaan. Semua penderitaan di dunia sebenarnya diakibatkan oleh dosa, dan tentu saja kita perlu menghindari dosa agar kita tidak perlu menderita karenanya. Tapi saat kita dipanggil untuk menderita bagi Allah, kita akan menderita bukan karena dosa kita sendiri, tapi karena dosa orang lain (biasanya orang-orang terdekat). Kristus menderita karena dosa kita, dan kita akan menderita karena dosa orang lain. Rasul Petrus mengatakannya dengan tegas: “…Sebab untuk itulah kamu dipanggil, karena Kristus pun telah menderita untuk kamu dan telah meninggalkan teladan bagimu, supaya kamu mengikuti jejak-Nya.” (1Petrus 2:21) Menanggung beban dan kesulitan gara-gara dosa orang lain adalah sebuah penderitaan yang sebenarnya tidak harus kita tanggung, sebagaimana Kristus sebenarnya juga tidak harus menanggung beban dosa kita semua. Tapi inilah teladan yang telah ditinggalkan-Nya untuk kita ikuti. Dari sudut pandang dunia hal ini adalah kebodohan luar biasa. Tapi orang yang mendapat kesempatan ini sebenarnya mendapat kasih karunia dari Allah, “Sebab adalah kasih karunia, jika seorang karena sadar akan kehendak Allah menanggung penderitaan yang tidak harus ia tanggung.” (1Petrus 2:19).

Kristus sama sekali tidak bersalah, tapi ia menanggung semua akibat dosa kita. Ia tidak membalas, tidak menaruh dendam kepada orang-orang yang menyakiti Dia. Dia menanggung semua itu agar kita dapat bebas dari dosa, hidup untuk kebenaran dan mengalami pemulihan (1Petrus 2:24). Efek yang sama akan terjadi terhadap orang-orang yang menyakiti kita, saat kita memutuskan untuk “menanggung” dosanya. Kita memang bukan juruselamat siapapun, tapi saat kita meneladani Kristus, bersedia menerima penderitaan yang tidak harus kita tanggung, maka kuasa penebusan Kristus akan mengalir melalui hidup kita, menjamah dan memulihkan orangorang yang telah menyakiti kita. Kasih tidak pernah gagal, tapi ia hanya akan bekerja sangat efektif pada saat kita merelakan diri kita untuk meneladani Kristus, menanggung penderitaan yang tidak harus ditanggung demi menyatakan kasih tersebut kepada orang yang menyakiti kita. Kristus telah menyelesaikan bagian-Nya di atas kayu salib dua ribu tahun yang lalu, dan saat ini Ia memanggil kita semua untuk mengikuti teladan-Nya. Kiranya momen Jumat Agung ini melembutkan hati kita semua untuk mau menjadi seperti Dia dalam derita-Nya. Amin.

Penulis: Agus Lianto

Share This Post:
 
Sinode Gereja Kristen
Perjanjian Baru
  • Address:
    MDC Hall, Wisma 76 Lt. 26
    Jl. S. Parman Kav. 76 Slipi
    Jakarta Barat 11410
  • Phone: (+6221) 53690033
  • Fax: (+6221) 53690055
 
 
© 2016. «GKPB MDC