“Kumpulan orang yang telah percaya itu sehati dan sejiwa...” (Kisah Rasul 4:32)
Kita hidup di dunia yang berubah. Perubahan menandakan bahwa kita masih hidup. Perubahan bukan saja terjadi pada tubuh kita, namun juga terjadi pada semua aspek segi kehidupan.
Dalam pengalaman saya, saya menjumpai bahwa ada kemajuan yang terjadi oleh karena mengikuti perubahan. Dan tidak sedikit terjadi kemunduran disebabkan karena tidak mengikuti perubahan yang terjadi. Hal ini bisa terjadi di lingkungan kita, coba kita amati sebuah perusahaan, usaha dagang hingga gereja.
Menjadi sebuah pertanyaan, mengapa ada yang maju dan ada yang mandek, ketika terjadi perubahan? jawabanya adalah keterbukaan.
Berbicara mengenai perubahan dan keterbukaan, seperti sisi keping mata uang yang saling melengkapi. Pada awal gereja mula-mula, terjadi perubahan seperti apa yang diajarkan oleh para Rasul, contohnya Perubahan dari kepercayaan, perubahan sistem ibadah, perubahan sistem persembahan, dan mereka melakukanya dengan keterbukaan hati.
Tidak akan pernah ada keberhasilan tanpa disertai dengan keterbukaan hati dari pengikutnya. Program yang bagus pun tidak akan berjalan secara baik dan maksimal (tidak berfungsi sesuai rencana) karena setiap jemaat tidak memberikan hati secara terbuka.
Keterbukaan untuk mempersembahkan semua yang dimiliki adalah salah satu contoh yang dilakukan oleh jemaat mula-mula sebagai bentuk kesediaanya mengalami perubahan.
1 Korintus 11:24 dan sesudah itu Ia mengucap syukur atasnya; Ia memecah-mecahkannya dan berkata: "Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagi kamu perbuatlah ini menjadi peringatan akan Aku!"
Sadari atau tidak, cinta membuat hal yang rumit menjadi ringan, demikian sebaliknya pekerjaan ringan tanpa cinta menjadi berat. Cinta selalu berkaitan dengan relasi. Semakin kita memiliki relasi yang melekat akan membuat kita semakin mengasihi dengan apa yang kita kerjakan atau orang yang bersama dengan kita.
Setiap kita mengangkat roti dan anggur dalam perjamuan kudus, mengingatkan kita akan cinta kasih Tuhan yang luar biasa. Mengingatkan kita akan relasi yang Tuhan bangun atas hidup kita. Relasi yang tidak bisa kita buat dengan kekuatan dan usaha kita. Relasi yang hanya bisa dibangun dan dibuat oleh Allah terlebih dahulu.
ada saat kita mengangkat roti dan anggur dalam perjamuan kudus sebagai lambang kasih Allah, Allah menghendaki agar umatnya memilik relasi yang terjalin denganNya. Pada saat yang sama pula kita diingatkan dalam roti dan anggur perjamuan kudus itu sebagai komitmen pengorbanan Allah, Allah yang hidup.
Cinta dan komitmen akan menghasilkan sebuah relasi yang terjalin, itu sudah diwujudkan pada diri Yesus Kristus yang mati di kayu salib untuk penebusan kita umat berdosa.